SEJAHTERA BADMINTON

BERSAMA MEMBANGUN BULUTANGKIS INDONESIA

  • Meta

  • TIRTA SPORT ONLINE SHOP

    Promo Tirta
  • WIDE SCREEN FORMATED

    April 2016
    M T W T F S S
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  
  • JADILAH PEMENANG

    Pemenang selalu memiliki program

    Pecundang selalu memiliki alasan

    Ketika pemenang melakukan sebuah kesalahan,
    ia akan berkata “Saya melakukan kesalahan”

    Ketika pecundang melakukan sebuah kesalahan,
    ia akan berkata “Itu bukan kesalahan saya”

    Pemenang membuat komitmen-komitmen

    Pecundang membuat janji-janji

    Pemenang memilih seperti yang ia ingin lakukan

    Pecundang memilih sesuai pilihan orang banyak

    Pemenang membuat sesuatu terjadi

    Pecundang membiarkan sesuatu terjadi

  • BWF

    bwf-logo1
  • Archives

  • Top Posts

  • Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

    Join 5,029 other subscribers

Archive for April 24th, 2016

Gading Safitri, Penyembuh Luka Son

Posted by SEJAHTERA BADMINTON on April 24, 2016


sony-dwi-kuncoroBehind every great man there’s a great woman. Di belakang pria sukses ada wanita hebat. Sebuah kutipan yang populer, walau tak diketahui pasti siapa dan kapan muncul pertama kali. Yang pasti, Gading Safitri, istri atlet bulu tangkis Sony Dwi Kuncoro adalah bukti nyata kalimat masyhur tersebut.

Sony, kampiun di di Singapore Open Super Series (SS) 2016, pekan lalu, ternyata tak meraih sukses tersebut sendirian. Selama bertanding sejak babak kualifikasi hingga ke partai puncak, istrinya, Gading Safitri begitu setia mendampingi. Namun ia tak sekadar melihat dari tribun penonton, melainkan duduk di pinggir lapangan Singapore Indoor Stadium sebagai pelatih peraih perunggu Olimpiade 2004 Athena.

“Saya sebenarnya hanya punya pengetahuan dasar bulu tangkis karena dulu sempat bermain, namun berhenti di kelas 2 SMA. Setelah itu saya memutuskan untuk kuliah. Karena sering mendampingi suami, melihat dia latihan di pelatnas, bertanding, dan melihat video pertandingan pemain lain, lama-lama bisa menganalisa,” kata Gading kepada HARIAN NASIONAL, Rabu (20/4) malam.

Hasilnya teruji. Dalam delapan bulan, Gading berhasil mengantarkan sang suami ke podium tertinggi turnamen bintang empat dunia. Gelar SS kelima ini sekaligus menggenapi penantian enam tahun Sony. Kala terakhir dia meraih level serupa di turnamen serupa pada 2010.

“Awalnya jadi manajer dulu setelah ke luar pelatnas, namun fokus saya memulihkan kondisi suami. Saat di pelatnas, cedera dia sering kambuh sehingga sulit jadi juara. Itu karena penangannya tak intens (berkesinambungan). Untuk itu, saya benahi dulu kondisinya, mulai dari pikiran, badannya, hingga pola makannya,” tutur Gading.

Patah hati, itulah kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaan Sony saat dinyatakan terdegradasi dari pemusatan latihan nasional (pelatnas) Cipayung di 2014. Bisa dibayangkan, 13 tahun selalu di tempat itu, tentu tak mudah pergi dari tempat yang pernah membesarkannya.

Wajar jika kemudian kepercayaan diri Sony runtuh. Ia pun enggan berpartisipasi di berbagai turnamen internasional. Peringkatnya melorot, Sony semakin jatuh.

Melihat suaminya terpuruk, dengan sabar Gading mengobati “lukanya”. Secara perlahan ia mengembalikan konfidensi yang hilang, lalu kembali membangun karier sebagai atlet profesional se-cara mandiri.

“Saya sempat mencari pelatih juga tapi sulit, karena mereka harus tahu pukulan dan bola pemain. Akhirnya, pada Agustus 2015 saya menawarkan diri sebagai pelatih,” cerita ibu dari Difya Amanta Kuncoro (5 tahun) dan Naraya Aisha Kuncoro (2,5 tahun)

Ide ini tak langsung diterima Sony. Pada akhirnya, demi efisiensi bujet sang suami menyetujui tawaran itu. Pada mulanya tak mudah meyakinkan Sony mengikuti programnya. Maklum, selama jadi penghuni pelatnas, Sony ditangani pelatih andal seperti Hendrawan, Agus Dwi Susanto, dan Joko Suprianto.

“Kesulitannya tentu di ego. Selama di pelatnas, dia diajari pelatih top hingga lingkungan yang top pula. Tapi bagi saya, gaya permainannya harus diubah agar tak menyulitkannya saat bermain. Awalnya tentu dia tak percaya dengan (arahan saya) karena sulit juga mengubah style pemain yang sudah jadi,” tutur wanita jebolan Magister Kenotariatan Universitas Airlangga itu.

Gading memutar otak. Sebagai permulaan, mereka menjalankan program sesuai kesepakatan. “Saya turuti dulu maunya. Saya pun harus menjaga jangan sampai karena program jadi dibawa ribut hingga ke rumah.”

Penerimaan Sony terhadap pelatihan Gading terjadi saat turun di Malaysia Open 2016, awal April. Sony yang merangkak dari babak kualifikasi tak mampu melaju ke babak utama usai dikalahkan tuan rumah Iskandar Zulkarnain Zainuddin.

“Saya bilang padanya, kalau satu tahun ini saya tidak bisa bikin kamu berdiri di podium, saya mundur. Dari situ dia (akhirnya) menurut. Semua program yang saya berikan dijalani. Alhamdullilah hasilnya memuaskan,” kisah kelahiran Surabaya 1 Juli 1983 itu.

Kesuksesan Gading melatih Sony kini menuai hasil gemilang di Singapura. Tak muluk-muluk, target selanjutnya yang diberikan ke “anak latihnya” itu hanya satu, yakni bisa menikmati pertandingan.

“Saya ingin mengalir saja. Setiap ketemu lawan, siapa pun itu, saya ingin dia enjoy mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya. Kalau sudah begitu, saya yakin dia pasti bisa medulang hasil terbaik.”

Reportase : Brigitha Sesilya

Posted in Badminton, Berita, Bulutangkis, Tokoh | Leave a Comment »